CARCINOMA COLON
Pendahuluan
ANATOMI
Usus besar merupakan
tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5m yang terbentang dari sekum
sampai kanalis analis, dengan diameter rata-rata sekitar 6,5cm tetapi makin
dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan
rektum.
Secara embriologik,
kolon kanan berasal dari usus tengah sedangkan kolon kiri sampai rektum berasal
dari usus belakang. Kolon dibagi menjadi kolon asenden, transversum, desenden,
dan sigmoid. Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen
kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan lienalis.
Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan
berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok kekiri waktu kolon sigmoid bersatu
dengan rektum, yang menjelaskan alasan anatomis meletakkan penderita pada sisi
kiri bila diberi enema, karena pada posisi ini gaya berat membantu mengalirkan air dari
rektum ke fleksura sigmoid.
Usus besar mempunyai
empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya. Akan tetapi ada
beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan otot longitudinal
usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid
distal, dengan demikian rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang
lengkap. Panjang taenia lebih pendeh daripada usus, hal ini menyebabkan usus
tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang dinamakan haustra. Apendises epiploika adalah
kantong-kantong kecil peritoneum yang berisis lemak dan melekat disepanjang
taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal dari lapisan mukosa usus
halus dan tidak mengandung vili atau rugae. Kriptus Lieberkhun (kelenjar
intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada
usus halus.
Usus besar secara
klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai darah yang
diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum,
kolon asenden dan dua pertiga proksimal kolon tranversum) dan arteri
mesenterika inferior memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon
tranversum, kolon desenden dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum)
Alir balik vena dari
kolon dan rektum superior melalui vena mesenterika superior-inferior dan vena
hemorioidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah
ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka
dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik.
Persarafan usus
besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian sfingter eksterna
yang berada dibawah kontrol voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui
saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal
dari daerah sakral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan
medula spinalis melalui saraf splangnikus untuk mencapai kolon. Perangsangan
simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan
sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek yang
berlawanan.
FISIOLOGI
Usus besar mempunyai
berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi
usus besar yang paling penting adalah mengabsorbsi air dan elektrolit, yang
sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai
reservoar yang menampung massa
feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung. Kolon mengabsorbsi
sekitar 600ml air perhari, kapasitas absorbsi usus besar adalah 2000ml perhari.
Bila jumlah ini dilampaui, misalnya karena adanya kiriman yang berlebihan dari
ileum, maka akan terjadi diare. Berat akhir feses yang dikeluarkan perhari
sekitar 200g, dan 75% diantaranya berupa air. Sisanya terdiri dari residu
makanan yang tidak terabsorbsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas dan mineral
yang tidak diabsorbsi.
Sedikitnya
pencernaan yang terjadi diusus besar terutama diakibatkan oleh bakteri dan
bukan karena kerja enzim. Usus besar mengekskresikan mukus alkali yang tidak
mengandung enzim. Mukus ini bekerja untuk melumasi dan melindungi mukosa.
Bakteri usus besar mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B. Pembusukan
oleh bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat-zat yang lebih
sederhana seperti peptida, indol, skatol, fenol, dan asam lemak. Pembentukkan
berbagai gas seperti NH3, CO2, H2, H2S dan CH4 membantu pembentukkan flatus
dikolon. Beberapa substansi ini dikeluarkan dalam feses sedangakan zat lainnya
diabsorbsi dan diangkut kehati dimana zat-zat ini akan diubah menjadi senyawa
yang kurang toksik dan diekskresikan melalui kemih. Fermentasi bakteri
pada sisa karbohidrat juga melepaskan CO2, H2, dan CH4 yang merupakan komponen
flatus. Dalam sehari secara norma l dihasilkan sekitar 1000ml flatus.
Pada umumnya, pergerakan usus besar adalah lambat. Pergerakan
usus besar yang khas adalah gerakan mengaduk haustra. Haustra teregang dan dari
waktu ke waktu otot sirkuler akan berkontraksi untuk mengosongkannya.
Pergerakannya tidak progresif tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik
dan meremas-remas sehingga memberi cukup waktu untuk absorbsi.
KARSINOMA KOLON
EPIDEMIOLOGI
Karsinoma
kolon merupakan keganasan terbanyak kedua setelah karsinoma paru. Di indonesia insidensi
karsinoma kolon dan rektum cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya.
Insiden pada pria sebanding dengan wanita, lebih banyak pada orang muda dan
sekitar 75% ditemukan direktosigmoid. Di negara barat insiden lelaki dan
perempuan adalah 3:1 dan kurang dari 50% ditemukan pada rektosigmoid serta
merupakan penyakit orang usia lanjut, menurut statistik insiden meningkat dari
10 per100.000 pada usia 40-45 tahun menjadi 300 per100.000 pada usia 75-80
tahun.
FAKTOR RESIKO
- Polip adenomatous
- 93% karsinoma kolon berkembang dari polip adenomatous
- 5% adenoma berukuran 5mm menjadi karsinoma kolon
- Riwayat keluarga tumor kolon jinak atau ganas
- Kolitis ulseratif kronik
- Penyakit crohn
- Radiasi pelvis
- Karsinoma rahim atau payudara pada wanita
- Retinitis pigmentosa
- Familial poliposis
- Sindroma Gardener
- Perokok, peminum alkohol dan kegemukan
- Pria dengan anemia defisiensi besi
- Anemia defisiensi besi pada wanita setelah menopause
ETIOLOGI / PATOFISIOLOGI
Walaupun
penyebab karsinoma kolon, seperti kolon lainnya, masih belum diketahui, telah
dikenali beberapa faktor predisposisi. Berbagai polip kolon dapat berdegenerasi
maligna dan setiap polip kolon harus dicurigai. Radang kronik kolon seperti
kolitis ulseratif atau kolitis amuba kronik juga beresiko tinggi. Faktor
genetik kadang berperan walaupun jarang.
Faktor
predisposisi penting lain mungkin berhubungan dengan kebiasaan makan karena karsinoma
kolon (seperti juga divertikulosis) adalah sekitar 10 kali lebih banyak pada
penduduk di dunia barat, yang mengkonsumsi lebih banyak makanan yang mengandung
karbohidrat refined dan rendah serat
kasar, dibandingkan penduduk primitif (afrika) dengan diet kaya serat kasar. Burkitt (1971) mengemukakan bahwa diet
rendah serat, tinggi karbohidrat refined
mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam
empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini
bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang
berpotensi karsinogenik ini dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu,
masa transisi feses meningkat akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik
dengan mukosa usus bertambah lama.
PATOLOGI ANATOMI
Secara
mikroskopis, neoplasma adalah karsinoma sel kolumnar yang terdapat pada lapisan
sel epitelial kolon atau pada kripta Lieberkhun. Secara makroskopis,
pertumbuhan dari neoplasma mempunyai 4 bentuk yaitu :
v Skirus (anular dan tubular),
mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi,
terutama ditemukan di kolon desenden, sigmoid dan rektum. Bentuk anular
berhubungan erat dengan prognosis yang baik, bukan karena pertubuhannya adalah
keganasan tingkat rendah, namun karena bentuk ini memberikan gejala obstruktif
secara dini maka sering dilakukan ekstirpasi sebelum terjadinya metastase
v Ulseratif, terjadi karena
nekrosis dibagian sentral dan terdapat pada rektum
v Polipoid/vegetatif/kembangkol,
terdapat pada skum dan kolon asenden, merupakan bentuk keganasan yang paling
jarang.
KLASIFIKASI
Klasifikasi
Dukes
Klasifikasi
Dukes
|
Kedalaman
infiltrasi
|
Keterlibatan
KGB
|
A
|
Terbatas pada mukosa
|
Tidak ada
|
B1
|
Sampai lapisan muskularis
|
Tidak ada
|
B2
|
Menembus lapisan muskularis
|
Tidak ada
|
C1
|
Sampai lapisanmuskularis
|
Ada/KGB dekat tumor
|
C2
|
Menembus lapisan muskularis
|
Ada/KGB jauh dari tumor
|
D
|
Metastasis jauh
|
Tidak diketahui
|
Klasifikasi
TNM
T :
tumor primer
T0 tidak dapat ditemukan
T1 lesi jinak pada mukosa atau submukosa
T2 sampai dinding muskularis atau serosa
T3 semua lapisan kolon dan perluasan ke
struktur dan organ sekitar
Tanpa
adanya fistel
T4 adanya fistel
T5 T3 atau T4 dengan perluasan langsung
ke struktur atau organ
sekitar
Tx tidak dapat ditentukan
N
: kelenjar getah bening
regional
N0 tidak menunjukan kelainan
N1 ada metastasis dikelenjar regional
Nx tidak dapat ditentukan
M : metastase/penyebaran
M0 tidak ada metastasis jauh
M1 metastasis jauh
Mx tidak dapat ditentukan
Non-invasif
karsinoma (in situ)
Stage 0 T0/N0/M0
Invasif karsinoma
Tingkat 1 T0,1/N0/M0
T0,1/NX/M0
Tingkat 2 T2-5/N0/M0
T2-5/N0/M0
Tingkat 3 Tapapun/N1/M0
Tingkat 4 Tapapun/Napapun/M1
PENYEBARAN / METASTASIS
Karsinoma
kolon mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil menembus dinding dan
memperluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral. Penyebaran
per-kontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya misal ureter,
buli-buli, uterus, vagina atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar
parailiaka, mesenterium, dan paraaorta. Penyebaran hematogen terutama ke hati
(berhubungan dengan vaskularisasi). Penyebaran peritoneal mengakibatkan
peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites.
GEJALA KLINIS
Karsinoma
kolon kiri dan rektum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat
iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang dan kembung sering terjadi.
Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi.
Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mukus maupun darah segar
sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilanagn darah kronik.
Pertumbuhan pada sigmoid atau rektum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe
atau vena, menimbulkan gejala-gejala pada tungkai atau perineum. Hemoroid,
nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat
timbul sebagai akibat tekanan pada alat-alat tersebut.
Karsinoma kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan,
cenderung tetap tersamar hingga lanjut sekali. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi
karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan
sering terjadi , dan darah bersifat samar serta hanya dapat dideteksi dengan tes
Guaiak (suatu tes sederhana yang dapat dilakukan diklinik). Mukus jarang
terlihat karena tercampur dalam feses.
Gejala dan tanda dini karsinoma kolorektal tidak ada.
Umumnya gejala pertama timbul karena penyulit yaitu gangguan faal usus,
obstruksi, perdarahan, atau akibat penyebaran.
Nyeri pada kolon kiri lebih nyata pada kolon kanan.
Tempat yang dirasakan berbeda karena asal embrionik yang berlainan, yaitu dari
usus tengah dan usus belakang. Nyeri dari kolon kiri bermula dibawah umbilikus
sedangkan dari kolon kanan di epigastrium.
Faktor yang
menentukan gejala dan tanda
Kolon kanan
|
Kolon kiri
|
Rektum
|
|
Tipe tumor
|
Vegetatif
Ulseratif
|
Stenotik
|
Infiltratif
Ulseratif
Vegetatif
|
Kaliber viskus
|
Besar
|
Kecil/pipih
|
Besar
|
Isi viskus
|
Setengah cair
|
Setengah padat
|
Padat
|
Fungsi utama
|
Absorpsi
|
Penyimpanan
|
Defekasi
|
Gambaran
klinik karsinoma kolorektal lanjut
Kolon kanan
|
Kolon kiri
|
Rektum
|
|
Aspek klinis
|
Kolitis
|
Obstruksi
|
Proktitis
|
Nyeri
|
Karena penyusupan
|
Karena obstruksi
|
Tenesmi
|
Defekasi
|
Diare/diare
berkala
|
Konstipasi
progesif
|
Tenesmi teus
menerus
|
Obstruksi
|
Jarang
|
Hampir selalu
|
Tidak jarang
|
Darah pada feses
|
Samar
|
Samar/makroskopik
|
Makroskopik
|
Feses
|
Normal/diare
|
Normal
|
Perubahan bentuk
|
Dispepsi
|
Sering
|
Jarang
|
Jarang
|
Memburuknya keadaan umum
|
Hampir selalu
|
Lambat
|
Lambat
|
Anemia
|
Hampir selalu
|
Lambat
|
Lambat
|
DIAGNOSIS
Tumor
kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila teraba, menunjukkan
keadaan sudah lanjut. Massa
didalam sigmoid lebih jelas teraba daripada massa dibagian lain kolon. Pemeriksaan colok
dubur merupakan keharusan.
Foto
kolon dengan barium merupakan kelengkapan dalam menegakkan diagnosis. 90-95%
karsinoma kolon dapat dideteksi dengan pemeriksaan sinar Roentgen. Dapat memberikan gambaran
filling defek polipoid, annular konstriksi (‘apple-core lesion’), ambaran
‘lead-pipe’, dan mungkin kalsifikasi.
Test
darah samar, hanya mendeteksi secara kimia. Salah satu prosedur laboratorium
adalah, sample kecil dari feses ditempatkan pada tempat khusus, lalu teteskan
dua buah larutan sebagai control positif dan negative, lalu lihat perubahan
warna yang terjadi (biasanya biru) yang nenunjukkan adanya darah dalam feses.
Flexible
sigmoidoskopi, telah banyak digunakan untuk mengurangi insidens dan kematian
kanker kolon dengan deteksi secara dini. Dilakukan tanpa menggunakan sedative
dan dapat dilakukan di ruangan poliklinik. Dapat mendeteksi 65-75% polip dan 40-65%
kanker kolorektal. Test ini memakan waktu 3-5 menit.
Kolonoskopi,
merupakan “Gold Standart” untuk visualisasi, biopsi dan pengangkatan polip
kolon. Pengangkatan semua polip dengan alat ini telah terbukti mampu mengurangi
resiko dari kanker kolon 76-90%.
Kepastian
diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.
Penentuan
diagnosa karsinoma kolorektal
Cara pemeriksaan
|
Persentase
|
Colok dubur
|
40 %
|
Rektosigmoidoskopi
|
75 %
|
Foto kolon dengan barium/ kontras ganda
|
90 %
|
Kolonoskopi
|
100 % (hampir)
|
Diagnosa banding
Kolon kanan
|
Kolon tengah
|
Kolon kiri
|
Rektum
|
●
Abses
appendiks
●
Massa appendiks
●
Amuboma
●
Enteritis
regionalis
|
●
Tukak
peptik
●
Karsinoma
lambung
●
Abses
hati
●
Karsinoma
hati
●
Kolesistitis
●
Kelainan
pankreas
●
Kelainan
saluran empedu
|
●
Kolitis
ulserosa
●
Polip
●
Divertikulitis
●
Endometriosis
|
●
Polip
●
Proktitis
●
Fissura
anus hemoroid
●
Karsinom
anus
|
PENATALAKSANAAN
Satu-satunya
kemungkinan terapi kuratif adalah tindak bedah. Tujuan utamanya adalah
memperlancar saluran cerna yang bersifat kuratif maupun non-kuratif. Tindak
bedah, terdiri dari reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limfe regional.
Bila sudah ada metastasis jauh, tumor primer akan direseksi juga dengan maksud
mencegah obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel dan nyeri.
Bedah
kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran baik dekat maupun
jauh. Pada tumor caecum atau colon ascenden dilakukan hemikolektomi kanan,
kemudian anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatik, dilakukan
juga hemikolektomi. Pada tumor kolon transversum dilakukan reseksi kolon
transversum, kemudian anstomosis ujung ke ujung sedangkan pada tumor kolon
desenden dilakukan hemikolektomi kiri. Pada tumor sigmid dilakukan reseksi
sigmoid dan pada tumor rektum sepertiga proksimal dilakukan reseksi anterior.
Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter
anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui
reseksi abdomino perineal Quenu-Miles, pada operasi ini anus turut dikeluarkan
rektum dan sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limfe
pararektum dan retroperitoneal. Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi
dan dikeluarkan seluruhnya beserta rektum melalui abdomen).
Reseksi
anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparatomi dengan menggunakan
alat stapler untuk membuat anstomosis kolorektal atau koloanal rendah.
Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada
karsinoma terbatas. Seleksi penderita harus dilakukan dengan teliti, antara
lain dengan menggunakan endoskopi ultrasonografi untuk menentukan tingkat
penyebaran di dalam dinding rektum dan adanya kelenjar ganas pararektal.
Sebagai terapi paliatif dengan indikasi dan seleksi
khusus dapat menggunakan fulgerasi (koagulasi listrik) ataupun koagulasi dengan
laser. Pada cara ini tidak dapat dilakukan pemeriksaan histopatologik. Cara ini kadang digunakan pada
penderita dengan resiko pembedahan tinggi. Sebagai terapi tambahan (adjuvant)
dapat digunakan radioterapi, kemoterapi dan imunoterapi. Tindakan bedah yang
didahului dan diikuti radioterapi disebut terapi “sandwich”.
KOLOSTOMI
Merupakan
kolokutaneostomi yang disebut juga anus preternaturalis yang dibuat untuk
sementara atau menetap. Kolostomi sementara dibuat misalnya pada penderita
gawat perut dengan peritonitis yang telah dilakukan reseksi sebagian kolon.
Pada keadaan demikian, membebani anstomosis, aliran feses dialihkan untuk
sementara melalui kolostomi dua stoma yang biasanya disebut stoma laras ganda.
Dengan cara Hartman pembuatan anstomosis ditunda sampai radang di perut telah
reda.
Kolostomi
tetap, yang dibuat pada reseksi rektoanal abdominoperineal menurut Quenu-Miles
berupa anus preternaturalis benar. Esofagostomi, gastrotomi, yeyunostomi dan
sekostomi biasanya merupakan stroma sementara. Ileostomi dan kolostomi sering
berupa stroma tetap.
Indikasi
kolostomi ialah dekompresi usus pada obstruksi, stroma sementara untuk bedah
reseksi usus pada radang, atau perforasi dan sebagai anus setelah reseksi usus distal
untuk melindungi anstomosis distal. Kolostomi dapat berupa stroma kait (loop
kolostoma) atau stroma ujung (end kolostoma).
Pada kolostoma sigmoid biasanya pola defekasi sama
dengan semula. Banyak penderita mengadakan pembilasan sekali sehari, sehingga
mereka tidak terganggu oleh pengeluaran feses dari stromanya. Kolostoma pada
kolon transversum mengeluarkan isi usus beberapa kali sehari karena isi kolon
transversum tidak padat, sehingga lebih sulit diatur.
Anus
preternaturalis sering menyebabkan penyulit. Hernia parastoma dapat berisi
kolon, omentum atau usus halus yang sering terjadi pada orang gemuk. Prolaps,
stenosis, nekrosis dan retraksi merupakan komplikasi teknik yang kurang
sempurna. Infeksi dinding perut kadang terjadi dan iritasi kulit sering dilihat
karena rangsang sisa pencernaan.
Terapis enterostoma
merupakan ahli yang bertugas khusus untuk merawat dan membimbing penderita dan
keluarganya untuk menghadapi hidup dengan anus preternaturalis.
Saat
ini telah dikenal terapi tambahan untuk pasien pada stadium TNM 3 Atau Dukes B2
dan C. kombinasi 5 fluorourasil (5FU) dan levamisole pada TNM 3 atau Dukes C
untuk penggunaan 1 tahun post operasi. Terapi tersebut ditambah dengan terapi
radiasiuntuk TNM 4 atau Dukes B2.
PROGNOSIS
Sangat
berkaitan erat dengan waktu saat ditemukannya karsinoma pertama kali.
5 year survival
rate
- Duke’s A >90%
- Duke’s B1 70-85%
- Duke’s B2 55-65%
- Duke’s C1 45-55%
- Duke’s C2 20-30%
- Duke’s D <1%
Prognostik
yang buruk dapat disebabkan oleh:
§ 5 atau
lebih nodus limfe yang terlibat.
§ Tumor menyebar
ke kelenjar limfe regional.
§ Penetrasi tumor
ke dinding usus.
§ Perforasi kolon.
§ Tumor meluas
ke organ sekitar.
§ Metastasis ke
organ yang jauh.
SCREENING
Langkah yang paling tepat menghadapi karsinoma kolon
adalah dengan kewaspadaan, jika pedoman skreening diikuti maka berbagai kondisi
yang menuju kearah keganasan dapat diketahui sebelum menjadi karsinoma. Beberapa prosedur skreening yang
disarankan oleh American Cancer Society yaitu pemeriksaan rektum secara digital
(colok dubur) yang dimulai pada usia 40, tes darah samar yang dimulai pada usia
50, dan sigmoidoskopi setiap 3-5 tahun yang dimulai usia 50 dilakukan pada
individu yang tidak beresiko tinggi terhadap karsinoma kolon. Pada individu
yang memiliki resiko tinggi harus lebih sering dan lebih dini tergantung factor
resikonya. Skreening dengan menggunakan CEA
atau carcinoembrionik antigen tidak direkomendasikan karena baru meningkat
setelah tumor menjadi besar dan menyebar, serta pemeriksaan ini tidak spesifik
untuk karsinoma kolon sebab dapat pula meningkat pada perokok.
PREVENTIF
Ø Menghentikan kebiasaan merokok
merupakan hal penting abgi mereka yang ingin menurunkan insidensi karsinoma
kolon
Ø 1 tablet aspirin dewasa (325 mg)
yang dikonsumsi tiap hari juga dapat menurunkan insidensi karsinoma kolon,
dalam hal ini aspirin berpengaruh dalam metabolisme prostaglandin
Ø Makanan tambahan dengan kalsium
1500mg atau lebih mempunyai hubungan dengan insidensi yang rendah dari karsinoma
kolon
Ø Menurunkan berat badan serta
olahraga yang teratur sangat berpengaruh dalam menurunkan insidensi karsinoma
kolon
Ø Penggunaan obat-obatan antioksidan
juga dipercaya mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menurunkan insidensi
PENUTUP
Semua makanan yang
masuk kedalam tubuh dapat merupakan makanan yang terbaik dengan vitamin dan
suplemen yang terbaik pula, namun bila kolon tidak mengolahnya dengan baik maka
makanan tersebut tidak ada gunanya dan hanya menjadi ‘sampah’. Oleh karena itu
makanan haruslah bergizi dan dapat diolah oleh kolon.
Anthony Basser,
seorang Gastroenterologis menyatakan bahwa, “setiap klinikus sebaiknya memperhatikan
bahwa racun saluran pencernaan merupakan hal yang paling penting dan utama
dalam memberikan kontribusi untuk menyebabkan berbagai macam gangguan dan
penyakit pada tubuh manusia.
Berbagai usaha dapat
dilakukan untuk membuat kolon yang sehat, yang antara lain:
ü Mengkonsumsi serat dalam diet,
telah terbukti memiliki keuntungan dalam meningkatkan kesehatan, mencegah
penyakit serta merupakan komponen dalan terapi nutrisi
ü Bakteri ‘Lactic’, yang merupakan
probiotik atau agen proteksi hidup
ü Makanan alami
ü Menghindari stress
Kesehatan
yang baik adalah suatu komitmen jangka panjang yang merupakan hasil (“reward”)
dari berbagai usaha hidup sehat yang dilakukan mulai hari ini dan saat ini.
Kesehatan adalah merupakan aset / harta yang paling berharga dan sebagai dasar
eksistensi dalam menjalankan hidup. Dan yang penting untuk selalu diperhatikan
bahwa kesehatan tubuh yang baik diawali oleh kesehatan kolon.
DAFTAR PUSTAKA
- De Jong W, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. 1997. Jakarta: EGC
- Price S A, Wilson L M. Patofisiologi Buku 1. Edisi 4. 1995. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar