Senin, 29 April 2013

CARCINOMA COLON



CARCINOMA COLON


Pendahuluan
ANATOMI
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5m yang terbentang dari sekum sampai kanalis analis, dengan diameter rata-rata sekitar 6,5cm tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum.
Secara embriologik, kolon kanan berasal dari usus tengah sedangkan kolon kiri sampai rektum berasal dari usus belakang. Kolon dibagi menjadi kolon asenden, transversum, desenden, dan sigmoid. Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok kekiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum, yang menjelaskan alasan anatomis meletakkan penderita pada sisi kiri bila diberi enema, karena pada posisi ini gaya berat membantu mengalirkan air dari rektum ke fleksura sigmoid.
Usus besar mempunyai empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya. Akan tetapi ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendeh daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang dinamakan haustra. Apendises epiploika adalah kantong-kantong kecil peritoneum yang berisis lemak dan melekat disepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal dari lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung vili atau rugae. Kriptus Lieberkhun (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus.        

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum, kolon asenden dan dua pertiga proksimal kolon tranversum) dan arteri mesenterika inferior memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon tranversum, kolon desenden dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum)           
Alir balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena mesenterika superior-inferior dan vena hemorioidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medula spinalis melalui saraf splangnikus untuk mencapai kolon. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan.

FISIOLOGI

Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoar yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung. Kolon mengabsorbsi sekitar 600ml air perhari, kapasitas absorbsi usus besar adalah 2000ml perhari. Bila jumlah ini dilampaui, misalnya karena adanya kiriman yang berlebihan dari ileum, maka akan terjadi diare. Berat akhir feses yang dikeluarkan perhari sekitar 200g, dan 75% diantaranya berupa air. Sisanya terdiri dari residu makanan yang tidak terabsorbsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas dan mineral yang tidak diabsorbsi.
Sedikitnya pencernaan yang terjadi diusus besar terutama diakibatkan oleh bakteri dan bukan karena kerja enzim. Usus besar mengekskresikan mukus alkali yang tidak mengandung enzim. Mukus ini bekerja untuk melumasi dan melindungi mukosa. Bakteri usus besar mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B. Pembusukan oleh bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat-zat yang lebih sederhana seperti peptida, indol, skatol, fenol, dan asam lemak. Pembentukkan berbagai gas seperti NH3, CO2, H2, H2S dan CH4 membantu pembentukkan flatus dikolon. Beberapa substansi ini dikeluarkan dalam feses sedangakan zat lainnya diabsorbsi dan diangkut kehati dimana zat-zat ini akan diubah menjadi senyawa yang kurang toksik dan diekskresikan melalui kemih. Fermentasi bakteri pada sisa karbohidrat juga melepaskan CO2, H2, dan CH4 yang merupakan komponen flatus. Dalam sehari secara norma l dihasilkan sekitar 1000ml flatus.
 Pada umumnya, pergerakan usus besar adalah lambat. Pergerakan usus besar yang khas adalah gerakan mengaduk haustra. Haustra teregang dan dari waktu ke waktu otot sirkuler akan berkontraksi untuk mengosongkannya. Pergerakannya tidak progresif tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik dan meremas-remas sehingga memberi cukup waktu untuk absorbsi.
KARSINOMA KOLON


EPIDEMIOLOGI
Karsinoma kolon merupakan keganasan terbanyak kedua setelah karsinoma paru. Di indonesia insidensi karsinoma kolon dan rektum cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan wanita, lebih banyak pada orang muda dan sekitar 75% ditemukan direktosigmoid. Di negara barat insiden lelaki dan perempuan adalah 3:1 dan kurang dari 50% ditemukan pada rektosigmoid serta merupakan penyakit orang usia lanjut, menurut statistik insiden meningkat dari 10 per100.000 pada usia 40-45 tahun menjadi 300 per100.000 pada usia 75-80 tahun.

FAKTOR RESIKO
  • Polip adenomatous
      • 93% karsinoma kolon berkembang dari polip adenomatous
      • 5% adenoma berukuran 5mm menjadi karsinoma kolon
  • Riwayat keluarga tumor kolon jinak atau ganas
  • Kolitis ulseratif kronik
  • Penyakit crohn
  • Radiasi pelvis
  • Karsinoma rahim atau payudara pada wanita
  • Retinitis pigmentosa
  • Familial poliposis
  • Sindroma Gardener
  • Perokok, peminum alkohol dan kegemukan
  • Pria dengan anemia defisiensi besi
  • Anemia defisiensi besi pada wanita setelah menopause
ETIOLOGI / PATOFISIOLOGI
Walaupun penyebab karsinoma kolon, seperti kolon lainnya, masih belum diketahui, telah dikenali beberapa faktor predisposisi. Berbagai polip kolon dapat berdegenerasi maligna dan setiap polip kolon harus dicurigai. Radang kronik kolon seperti kolitis ulseratif atau kolitis amuba kronik juga beresiko tinggi. Faktor genetik kadang berperan walaupun jarang.
Faktor predisposisi penting lain mungkin berhubungan dengan kebiasaan makan karena karsinoma kolon (seperti juga divertikulosis) adalah sekitar 10 kali lebih banyak pada penduduk di dunia barat, yang mengkonsumsi lebih banyak makanan yang mengandung karbohidrat refined dan rendah serat kasar, dibandingkan penduduk primitif (afrika) dengan diet kaya serat kasar. Burkitt (1971) mengemukakan bahwa diet rendah serat, tinggi karbohidrat refined mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik ini dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu, masa transisi feses meningkat akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.

PATOLOGI ANATOMI
Secara mikroskopis, neoplasma adalah karsinoma sel kolumnar yang terdapat pada lapisan sel epitelial kolon atau pada kripta Lieberkhun. Secara makroskopis, pertumbuhan dari neoplasma mempunyai 4 bentuk yaitu :
v  Skirus (anular dan tubular), mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di kolon desenden, sigmoid dan rektum. Bentuk anular berhubungan erat dengan prognosis yang baik, bukan karena pertubuhannya adalah keganasan tingkat rendah, namun karena bentuk ini memberikan gejala obstruktif secara dini maka sering dilakukan ekstirpasi sebelum terjadinya metastase
v  Ulseratif, terjadi karena nekrosis dibagian sentral dan terdapat pada rektum
v  Polipoid/vegetatif/kembangkol, terdapat pada skum dan kolon asenden, merupakan bentuk keganasan yang paling jarang.
  
KLASIFIKASI

Klasifikasi Dukes
Klasifikasi Dukes
Kedalaman infiltrasi
Keterlibatan KGB
A
Terbatas pada mukosa
Tidak ada
B1
Sampai lapisan muskularis
Tidak ada
B2
Menembus lapisan muskularis
Tidak ada
C1
Sampai lapisanmuskularis
Ada/KGB dekat tumor
C2
Menembus lapisan muskularis
Ada/KGB jauh dari tumor
D
Metastasis jauh
Tidak diketahui

Klasifikasi TNM

T :          tumor primer
T0          tidak dapat ditemukan
T1           lesi jinak pada mukosa atau submukosa
T2          sampai dinding muskularis atau serosa
T3          semua lapisan kolon dan perluasan ke struktur dan organ sekitar
Tanpa adanya fistel
T4          adanya fistel
T5          T3 atau T4 dengan perluasan langsung ke struktur atau organ
sekitar
Tx          tidak dapat ditentukan
N :                   kelenjar getah bening regional
N0                   tidak menunjukan kelainan
N1          ada metastasis dikelenjar regional
Nx          tidak dapat ditentukan

M :         metastase/penyebaran
M0                   tidak ada metastasis jauh
M1          metastasis jauh
Mx                   tidak dapat ditentukan

Non-invasif karsinoma (in situ)
Stage 0            T0/N0/M0

Invasif  karsinoma
Tingkat 1          T0,1/N0/M0
                        T0,1/NX/M0
Tingkat 2                   T2-5/N0/M0
                        T2-5/N0/M0
Tingkat 3                   Tapapun/N1/M0
Tingkat 4                   Tapapun/Napapun/M1



PENYEBARAN / METASTASIS
Karsinoma kolon mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh sambil menembus dinding dan memperluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral. Penyebaran per-kontinuitatum menembus jaringan sekitar atau organ sekitarnya misal ureter, buli-buli, uterus, vagina atau prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar parailiaka, mesenterium, dan paraaorta. Penyebaran hematogen terutama ke hati (berhubungan dengan vaskularisasi). Penyebaran peritoneal mengakibatkan peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites.
GEJALA KLINIS
Karsinoma kolon kiri dan rektum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang dan kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mukus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilanagn darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rektum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala-gejala pada tungkai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat-alat tersebut.
Karsinoma kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan, cenderung tetap tersamar hingga lanjut sekali. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering terjadi , dan darah bersifat samar serta hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak (suatu tes sederhana yang dapat dilakukan diklinik). Mukus jarang terlihat karena tercampur dalam feses.
Gejala dan tanda dini karsinoma kolorektal tidak ada. Umumnya gejala pertama timbul karena penyulit yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan, atau akibat penyebaran.
Nyeri pada kolon kiri lebih nyata pada kolon kanan. Tempat yang dirasakan berbeda karena asal embrionik yang berlainan, yaitu dari usus tengah dan usus belakang. Nyeri dari kolon kiri bermula dibawah umbilikus sedangkan dari kolon kanan di epigastrium.
 
Faktor yang menentukan gejala dan tanda

Kolon kanan
Kolon kiri
Rektum
Tipe tumor
Vegetatif
Ulseratif
Stenotik
Infiltratif
Ulseratif
Vegetatif
Kaliber viskus
Besar
Kecil/pipih
Besar
Isi viskus
Setengah cair
Setengah padat
Padat
Fungsi utama
Absorpsi
Penyimpanan
Defekasi

Gambaran klinik karsinoma kolorektal lanjut

Kolon kanan
Kolon kiri
Rektum
Aspek klinis
Kolitis
Obstruksi
Proktitis
Nyeri
Karena penyusupan
Karena obstruksi
Tenesmi
Defekasi
Diare/diare berkala
Konstipasi progesif
Tenesmi teus menerus
Obstruksi
Jarang
Hampir selalu
Tidak jarang
Darah pada feses
Samar
Samar/makroskopik
Makroskopik
Feses
Normal/diare
Normal
Perubahan bentuk
Dispepsi
Sering
Jarang
Jarang
Memburuknya keadaan umum
Hampir selalu
Lambat
Lambat
Anemia
Hampir selalu
Lambat
Lambat
DIAGNOSIS
Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila teraba, menunjukkan keadaan sudah lanjut. Massa didalam sigmoid lebih jelas teraba daripada massa dibagian lain kolon. Pemeriksaan colok dubur merupakan keharusan.
Foto kolon dengan barium merupakan kelengkapan dalam menegakkan diagnosis. 90-95% karsinoma kolon dapat dideteksi dengan pemeriksaan  sinar Roentgen. Dapat memberikan gambaran filling defek polipoid, annular konstriksi (‘apple-core lesion’), ambaran ‘lead-pipe’, dan mungkin kalsifikasi.

                   
Test darah samar, hanya mendeteksi secara kimia. Salah satu prosedur laboratorium adalah, sample kecil dari feses ditempatkan pada tempat khusus, lalu teteskan dua buah larutan sebagai control positif dan negative, lalu lihat perubahan warna yang terjadi (biasanya biru) yang nenunjukkan adanya darah dalam feses.
Flexible sigmoidoskopi, telah banyak digunakan untuk mengurangi insidens dan kematian kanker kolon dengan deteksi secara dini. Dilakukan tanpa menggunakan sedative dan dapat dilakukan di ruangan poliklinik.  Dapat mendeteksi 65-75% polip dan 40-65% kanker kolorektal. Test ini memakan waktu 3-5 menit. 
Kolonoskopi, merupakan “Gold Standart” untuk visualisasi, biopsi dan pengangkatan polip kolon. Pengangkatan semua polip dengan alat ini telah terbukti mampu mengurangi resiko dari kanker kolon 76-90%.




Kepastian diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.


Penentuan diagnosa karsinoma kolorektal
Cara pemeriksaan
Persentase
Colok dubur
40 %
Rektosigmoidoskopi
75 %
Foto kolon dengan barium/ kontras ganda
90 %
Kolonoskopi
100 % (hampir)
                  

Diagnosa banding
Kolon kanan
Kolon tengah
Kolon kiri
Rektum
   Abses appendiks
   Massa appendiks
   Amuboma
   Enteritis regionalis
   Tukak peptik
   Karsinoma lambung
   Abses hati
   Karsinoma hati
   Kolesistitis
   Kelainan pankreas
   Kelainan saluran empedu
   Kolitis ulserosa
   Polip
   Divertikulitis
   Endometriosis
   Polip
   Proktitis
   Fissura anus hemoroid
   Karsinom anus

PENATALAKSANAAN
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindak bedah. Tujuan utamanya adalah memperlancar saluran cerna yang bersifat kuratif maupun non-kuratif. Tindak bedah, terdiri dari reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limfe regional. Bila sudah ada metastasis jauh, tumor primer akan direseksi juga dengan maksud mencegah obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel dan nyeri.
Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran baik dekat maupun jauh. Pada tumor caecum atau colon ascenden dilakukan hemikolektomi kanan, kemudian anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatik, dilakukan juga hemikolektomi. Pada tumor kolon transversum dilakukan reseksi kolon transversum, kemudian anstomosis ujung ke ujung sedangkan pada tumor kolon desenden dilakukan hemikolektomi kiri. Pada tumor sigmid dilakukan reseksi sigmoid dan pada tumor rektum sepertiga proksimal dilakukan reseksi anterior. Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui reseksi abdomino perineal Quenu-Miles, pada operasi ini anus turut dikeluarkan rektum dan sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limfe pararektum dan retroperitoneal. Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya beserta rektum melalui abdomen).               
 
Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparatomi dengan menggunakan alat stapler untuk membuat anstomosis kolorektal atau koloanal rendah.

Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas. Seleksi penderita harus dilakukan dengan teliti, antara lain dengan menggunakan endoskopi ultrasonografi untuk menentukan tingkat penyebaran di dalam dinding rektum dan adanya kelenjar ganas pararektal. 
Sebagai terapi paliatif dengan indikasi dan seleksi khusus dapat menggunakan fulgerasi (koagulasi listrik) ataupun koagulasi dengan laser. Pada cara ini tidak dapat dilakukan pemeriksaan histopatologik. Cara ini kadang digunakan pada penderita dengan resiko pembedahan tinggi. Sebagai terapi tambahan (adjuvant) dapat digunakan radioterapi, kemoterapi dan imunoterapi. Tindakan bedah yang didahului dan diikuti radioterapi disebut terapi “sandwich”.


KOLOSTOMI
Merupakan kolokutaneostomi yang disebut juga anus preternaturalis yang dibuat untuk sementara atau menetap. Kolostomi sementara dibuat misalnya pada penderita gawat perut dengan peritonitis yang telah dilakukan reseksi sebagian kolon. Pada keadaan demikian, membebani anstomosis, aliran feses dialihkan untuk sementara melalui kolostomi dua stoma yang biasanya disebut stoma laras ganda. Dengan cara Hartman pembuatan anstomosis ditunda sampai radang di perut telah reda.
Kolostomi tetap, yang dibuat pada reseksi rektoanal abdominoperineal menurut Quenu-Miles berupa anus preternaturalis benar. Esofagostomi, gastrotomi, yeyunostomi dan sekostomi biasanya merupakan stroma sementara. Ileostomi dan kolostomi sering berupa stroma tetap.
Indikasi kolostomi ialah dekompresi usus pada obstruksi, stroma sementara untuk bedah reseksi usus pada radang, atau perforasi dan sebagai anus setelah reseksi usus distal untuk melindungi anstomosis distal. Kolostomi dapat berupa stroma kait (loop kolostoma) atau stroma ujung (end kolostoma).
Pada kolostoma sigmoid biasanya pola defekasi sama dengan semula. Banyak penderita mengadakan pembilasan sekali sehari, sehingga mereka tidak terganggu oleh pengeluaran feses dari stromanya. Kolostoma pada kolon transversum mengeluarkan isi usus beberapa kali sehari karena isi kolon transversum tidak padat, sehingga lebih sulit diatur.
Anus preternaturalis sering menyebabkan penyulit. Hernia parastoma dapat berisi kolon, omentum atau usus halus yang sering terjadi pada orang gemuk. Prolaps, stenosis, nekrosis dan retraksi merupakan komplikasi teknik yang kurang sempurna. Infeksi dinding perut kadang terjadi dan iritasi kulit sering dilihat karena rangsang sisa pencernaan.
Terapis enterostoma merupakan ahli yang bertugas khusus untuk merawat dan membimbing penderita dan keluarganya untuk menghadapi hidup dengan anus preternaturalis.
Saat ini telah dikenal terapi tambahan untuk pasien pada stadium TNM 3 Atau Dukes B2 dan C. kombinasi 5 fluorourasil (5FU) dan levamisole pada TNM 3 atau Dukes C untuk penggunaan 1 tahun post operasi. Terapi tersebut ditambah dengan terapi radiasiuntuk TNM 4 atau Dukes B2.

PROGNOSIS
Sangat berkaitan erat dengan waktu saat ditemukannya karsinoma pertama kali.
5 year survival rate
      • Duke’s A                         >90%
      • Duke’s B1                        70-85%
      • Duke’s B2                        55-65%
      • Duke’s C1                        45-55%
      • Duke’s C2                        20-30%
      • Duke’s D                         <1%

Prognostik yang buruk dapat disebabkan oleh:
§  5 atau lebih nodus limfe yang terlibat.
§  Tumor menyebar ke kelenjar limfe regional.
§  Penetrasi tumor ke dinding usus.
§  Perforasi kolon.
§  Tumor meluas ke organ sekitar.
§  Metastasis ke organ yang jauh.
SCREENING
Langkah yang paling tepat menghadapi karsinoma kolon adalah dengan kewaspadaan, jika pedoman skreening diikuti maka berbagai kondisi yang menuju kearah keganasan dapat diketahui sebelum menjadi karsinoma. Beberapa prosedur skreening yang disarankan oleh American Cancer Society yaitu pemeriksaan rektum secara digital (colok dubur) yang dimulai pada usia 40, tes darah samar yang dimulai pada usia 50, dan sigmoidoskopi setiap 3-5 tahun yang dimulai usia 50 dilakukan pada individu yang tidak beresiko tinggi terhadap karsinoma kolon. Pada individu yang memiliki resiko tinggi harus lebih sering dan lebih dini tergantung factor resikonya.  Skreening dengan menggunakan CEA atau carcinoembrionik antigen tidak direkomendasikan karena baru meningkat setelah tumor menjadi besar dan menyebar, serta pemeriksaan ini tidak spesifik untuk karsinoma kolon sebab dapat pula meningkat pada perokok.
PREVENTIF
Ø  Menghentikan kebiasaan merokok merupakan hal penting abgi mereka yang ingin menurunkan insidensi karsinoma kolon
Ø  1 tablet aspirin dewasa (325 mg) yang dikonsumsi tiap hari juga dapat menurunkan insidensi karsinoma kolon, dalam hal ini aspirin berpengaruh dalam metabolisme prostaglandin
Ø  Makanan tambahan dengan kalsium 1500mg atau lebih mempunyai hubungan dengan insidensi yang rendah dari karsinoma kolon
Ø  Menurunkan berat badan serta olahraga yang teratur sangat berpengaruh dalam menurunkan insidensi karsinoma kolon
Ø  Penggunaan obat-obatan antioksidan juga dipercaya mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menurunkan insidensi

PENUTUP

Semua makanan yang masuk kedalam tubuh dapat merupakan makanan yang terbaik dengan vitamin dan suplemen yang terbaik pula, namun bila kolon tidak mengolahnya dengan baik maka makanan tersebut tidak ada gunanya dan hanya menjadi ‘sampah’. Oleh karena itu makanan haruslah bergizi dan dapat diolah oleh kolon.
Anthony Basser, seorang Gastroenterologis menyatakan bahwa, “setiap klinikus sebaiknya memperhatikan bahwa racun saluran pencernaan merupakan hal yang paling penting dan utama dalam memberikan kontribusi untuk menyebabkan berbagai macam gangguan dan penyakit pada tubuh manusia.
Berbagai usaha dapat dilakukan untuk membuat kolon yang sehat, yang antara lain:
ü  Mengkonsumsi serat dalam diet, telah terbukti memiliki keuntungan dalam meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit serta merupakan komponen dalan terapi nutrisi
ü  Bakteri ‘Lactic’, yang merupakan probiotik atau agen proteksi hidup
ü  Makanan alami
ü  Menghindari stress
          Kesehatan yang baik adalah suatu komitmen jangka panjang yang merupakan hasil (“reward”) dari berbagai usaha hidup sehat yang dilakukan mulai hari ini dan saat ini. Kesehatan adalah merupakan aset / harta yang paling berharga dan sebagai dasar eksistensi dalam menjalankan hidup. Dan yang penting untuk selalu diperhatikan bahwa kesehatan tubuh yang baik diawali oleh kesehatan kolon.

DAFTAR PUSTAKA

  1. De Jong W, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. 1997. Jakarta: EGC
  2. Price S A, Wilson L M. Patofisiologi Buku 1. Edisi 4. 1995. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar